Minggu, 13 September 2009

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN OTITIS MEDIA AKUT

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
OTITIS MEDIA AKUT

REFERAT


Diajukan guna melengkapi tugas
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan THT


Disusun oleh :
bagus
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Telinga Tengah 3
Fisiologi Telinga Tengah 6
Etiologi 9
Faktor Predisposisi 10
Patogenesis 10
Diagnosis 11
Penatalaksanaan 14
Komplikasi 15
Prognosis 17
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 18
Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Otitis media akut (OMA) adalah suatu radang mukoperiosteum dari rongga telinga tengah yang disebabkan oleh kuman. Pada umumnya merupakan komplikasi dari infeksi atau radang saluran nafas atas, misalnya common cold, influenza, sinusitis, morbili, dan sebagainya. Infeksi kebanyakan melaui tuba Eustachii, selanjutnya masuk ke telinga tengah.
Adapun infeksi saluran nafas bagian atas akan menyebabkan invasi kuman ke telinga tengah bahkan sampai ke mastoid. Kuman penyebab utama adalah bakteri piogenik seperti Streptococcus hemolitikus, Staphylococcus aereus, Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influeza.
OMA lebih sering terjadi pada anak oleh karena infekasi saluran nafas atas sangat sering terjadi pada anak – anak dan bentuk anatomi tuba Eustachii pada anak lebih pendek, lebar dan agak horisontal letaknya dibanding orang dewasa. Dengan keadaan itu infeksi mudah menjalar melalui tuba Eustachii. Menurut Klein dan Howie frekuwensi tertinggi di OMA terdapat pada bayi dan anak berumur 0-2 tahun. Sedangkan menurut Moch. Zaman melaporkan 50 % dari kasus OMA ditemukan pada anak berumur 0 – 5 tahun dan frekwensi tertinggi pada umur 0-1 tahun.
Gejala klinis dari OMA antara lain sakit telinga, demam, kadang disertai otore bila telah terjadi perforasi dari membran timpani. OMA dapat sembuh dengan atau tanpa disertai perforasi membran timpani, tetapi dapat pula berlanjut menjadi otitis media kronik (OMK) dan otitis media dengan efusi (OME). Proses peradangan akut pada telinga tengah berjalan cepat dan sebagian dapat menimbulkan proses destruktif, tidak hanya mengenai mukoperiostium saja tetapi juga mengenai tulang-tulang sekitarnya karena telinga tengah hanya dibatasi tulang-tulang yang tipis. Adapun penjalaran penyakit ke daerah sekitarnya tergantung pada keadaan penyakitnya sendiri dan terapi yang diberikan.

Otitis media akut atau OMA dapat memberikan komplikasi seperti abses subperiosteal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak). Oleh karena itu kemampuan dalam mendiagnosis OMA secara tepat dan akurat haruslah di miliki terutama oleh tenaga kesehatan. Berdasarkan latar belakang diatas maka kami menyajikan makalah tentang Diagnosis dan Penatalaksanaan dari Otitis Media Akut.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut : “ Bagaimana cara menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dari Otitis Media Akut atau OMA”.

C. TUJUAN
a. Untuk mengetahui dan mengerti cara menegakkan diagnosis OMA secara tepat dan benar.
b. Dapat mengetahui dan mengerti tentang penatalaksanaan OMA.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI TELINGA TENGAH
Telinga tengah dapat dibagi berdasarkan anatomi dan fisiologinya. Secara anatomi telinga tengah terdiri dari :
1.Membran timpani
2.Kavum timpani
3.Tuba Eustachii
4.Mastoid dan Selulae
Berdasarkan fisiologis pembagian telinga tengah terdiri dari :
1.Timpani anterior, terdiri atas : Mesotimpani, Hipotimpani dan Tuba Eustachii
2.Timpani posterior, terdiri atas : Epitimpani dan Retrotimpani (Antrum dan Selulae)
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
- Batas luar : Membran Timpani
- Batas depan : Tuba Eustachius
- Batas bawah : Bulbus Jugularis
- Batas belakang : Aditus ad antrum, Fasialis pars Vertikalis
- Batas atas : Tegmen Timpani
- Batas dalam : kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium.

A.1. MEMBRAN TIMPANI
Membran timpani berbentuk bulat dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas yang disebut pars flasida (membran shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa Pars flasida mempunyai dua lapisan, bagian luar adalah stratum kutaneum yang merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi stratum mukosum yang berasal dari mukosa kavum timpani. Pars tensa mempunyai tiga lapisan yaitu stratum kutaneum, stratum fibrosum yang merupakan lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastis yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam, serta stratum mukosum.
Batas antara pars flasida dan pars tensa adalah plika malearis anterior dan plika malearis posterior.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpami disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah.
Membran timpani dibagi dalam empat kuadran dengan menarik garis searah dengan processus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, yaitu anteroposterior, anteroinferior, posteroinferior dan posterosuperior. Pembagian ini berguna untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.

A.2. KAVUM TIMPANI
Kavum timpani adalah rongga di dalam os temporal yang berbentuk kubus irreguler. Terletak antara liang telinga dan telinga dalam. Berhubungan dengan nasofaring melalui tuba auditiva, dengan antrum mastoidea melalui aditus ad antrum.
Adapun kavun timpani dibagi menjadi 3 bagian:
1. Epitimpani yaitu rongga telinga bagian atas yang berhubungan dengan antrum melalui aditus ad antrum.
2. mesotimpani yaitu rongga telinga bagian tengah
3. hipotimpani yaitu rongga telinga bagian bawah
Kavum timpani merupakan bagian dari telinga tengah dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Batas – batas dari kavum timpani yaitu:
- Batas luar : membran timpani
- Batas dalam : berturut – turut dari atas ke bawah canalis semi sirkularis horisontal, canalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window), promontorium.
- Batas depan : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit di bagian tengah. Pada bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan di bawahnya adalah saraf fasialis. Bangunan yang paling menonjol pada dinding medial adalah pormontorium yang menutup lingkaran koklea yang pertama.
Isi kavum timpani adalah :
- Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, incus, dan stapes.
- Ligamen yang terdiri dari ligamen malei lateral, ligamen malei superior, ligamen incudis posteriror.
- Tendo otot yaitu tendo m. Tensor timpani, tendo m. Stapeidus.

A.3. TUBA EUSTACHIUS
Tuba Eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba Eustachius adalah yang bertulang (pars osseus), sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Pars osseus merupakan bagian sepertiga bagian lateral yang panjangnya 12 mm dan selalu terbuka.Lubang awalnya yang disebut osteum timpanicum tuba eustachii merupakan bagian yang terlebar, kemudian makin menyempit dan berakhir pada sudut pertemuan pars petrosa dan pars skuamosa os temporale. Bagian akhir ini bergerigi untuk perlekatan pars cartilaginea tuba eustachii. Bagian pertemuan antara pars ossea dan pars kartilaginea merupakan bagian yang tersempit dan disebut istmus tuba eustachii. Pars kartilaginea merupakan duapertiga bagian medial, panjangnya 24 mm dan selalu tertutup. Bagian ini terbuka oleh karena kontraksi m. Tensor veli palatini dan m. Levaotr veli palatini yang masing – masing disarafi pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba eustachii berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana timpani.

A.4. MASTOID
Terletak di belakang rongga telinga yang dihubungkan oleh antrum dengan aditus ad antrum. Dibentuk oleh pars squamosa dan pars petrosa. Di sini melekat m. Sternocleidomastoideus dan m. Digastrikus venter posterior. Mastoid mengandung rongga – rongga udara yang disebut selulae dan saling berhubungan dan juga berhubungan dengan antrum. Antrum sudah ada sejak lahir sedangkan selulae terbentuk sejak kehidupan tahun – tahun pertama sampai pada tahun kelima atau keenam yang penting untuk proses pneumatisasi.

B. FISIOLOGI TELINGA TENGAH
Telinga pada dasarnya berfungsi sebagai alat pendengaran, alat keseimbangan,dan juga sebagai alat kosmetik. Sebagai alat pendengaran telinga berfungsi sebagai alat penghantar gelombang suara dari luar (membran timpani) sampai ke telinga dalam (foramen ovale).Di telinga tengah gelombang suara dihantarkan melalui tulang pendengaran yang akan mengaplikasikan gelombang suara melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getaran yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antar membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel – sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39 – 40) di lobus temporalis.
Telinga tengah juga memberi (mensuplai) oksigen kepada telinga dalam dengan cara difusi ke dalam perilimfe, terutama melaui foramen rotundum. Dengan demikian maka bagian yang terpenting di dalam telinga tengah adalah foramen ovale dan foramen rotundum, baik sebagai penghantaran gelombang suara maupun sebagai pemberi oksigen kepada telinga dalam. Telinga tengah sendiri mendapat oksigen dari kapiler submukosa dan dari udara yang berada dalam kavum timpani dengan cara mengabsorbsi udara.untuk kedua fungsi ini maka udara dalam kavum timpani harus diatur keluar masuknya untuk menjaga keseimbangan dengan tekanan atmosfer udara luar, serta diatur pertukaran udaranya (pengudaraan,aerasi). Hal ini dilakukan oleh tuba Eustachii, dengan demikian pentingnya tuba adalah untuk mengatur pengudaraan pada telinga tengah. Selain pengatur tekanan udara, yang lebih penting lagi adalah pemberian udara segar (oksigen), yang disebut pengudaraan atau aerasi.
Kavum timpani dan visceranya dilapisi oleh mukosa yang membentuk lipatan – lipatan mukosa. Epitel kavum timpani ada 3 macam yaitu epitel gepeng (skuamous epitel), kuboid, dan kolumner yang terdiri dari kolumner bersilia, kolumner berkelenjar (sekretorik), kolumner biasa.Bila telinga tengah mengalami peradangan, maka akan dapat ditemukan sel kelenjar dan sel goblet. Epitel telinga tengah dapat mengalami tranformasi, metaplasia, maupun displasia. Proses ini terlihat jika epitel mengalami rangsangan yang kronik baik mekanik maupun kimia. Epitel kolumner bersilia dan berkelenjar lebih banyak terdapat di daerah dekat muara tuba dan promontorium (ruang mesotimpanum). Di daerah epitimpanum dan retrotimpanum banyak terdapat epitel gepeng karena udara disini bersifat statis, selain epitel kolumner bersilia dan berkelenjar yang jumlahnya sedikit, yang berfungsi untuk pembuangan dan pertahanan.
Adapun fungsi telinga tengah sendiri dapat dikelompokkan menjadi:
a.Kegiatan mukosa
- mengabsorbsi oksigen, cairan hasil metabolisme, dan hasil dari proses patologi.
- drainase (pembuangan) dengan sistem transport mukosilia.
- menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk ke dalam telinga tengah, di sekitar muara tuba
- alat proteksi yang terdiri atas: mekanik karena adanya lapisan lendir di atas epitel yang menahan kotoran dan kuman, kemudian oleh sel kolumner bersilia digerakkan ke tuba, Cairan yang dihasilkan oleh sel kolumner berkelenjar, meliputi enzim (lisosim, tripsin, kolagenase), zat imunoglobulin, dan seluler di submukosa meliputi fibrosit, fibroblast submukosa, sel limfosit, sel plasma.
b. Pengudaraan kavum timpani (aerasi), yang terbagi atas lintasan udara superior yaitu aliran udara dari tuba langsung ke relung foramen ovale melalui di atas promontorium, terus ke ruang epitimpanum melalui istmus timpani anterior, dan lintasan udara inferior yaitu dari tuba aliran udara dibelokkan oleh tendo m. Tensor timpani dengan lipatan maleolus tensoris untuk masuk ke saluran antara mesotimpanum dan hipotimpanum untuk masuk ke relung foramen rotundum, terus masuk istmus timpanum posterior dan mengudarai kantong Prussak terus ke epitimpanum.
c. tekan udara kavum timpani
tekanan udara kavum timpani selalu berubah, dan naik setelah menelan (tuba terbuka) dan pada posisi tiduran. Perubahan tekanan ini dapat diatur kembali oleh udara cadangan yang berada di retrotimpanum untuk menyeimbangkan dengan tekanan atmosfer luar dengan melalui istmus timpani. Dengan demikian maka makin sedikit udara cadangannya makin mudah terjadinya proses patologi di kavum timpani.
d. Pertukaran gas
seperti di dalam alat pernafasan, kavum timpani juga mengadaka pertukaran gas. Dengan adanya perbedaan tekanan antara gas – gas dalam telinga tengah dan dalam jaringan, maka terjadi absorbsi gas perlahan tetapi kontinyu oleh lapisan mukosa.
C. ETIOLOGI
Etiologi peradangan pada telinga tengah dapat di kelompokkan menjadi :
1. Peradangan pada telinga tengah yang disebabkan oleh adanya kelainan pada nasofaring,yaitu :
a. waktu pilek mukosa nasofaring mengalami peradangan dan mikroorganisme terdorong masuk melalui tuba eustachius waktu membuang ingus keras-keras.
b. adenoid meradang sehingga menyumbat muara tuba, akan menyebabkan terjadinya absorbsi udara dalam telinga dan di gantikan oleh mukous. Pada suatu saat mukous ini akan berubah menjadi mukopus.
c. mukopus dari proses peradangan akan mengalir ke rongga belakang hidung dan menyebabkan peradangan tuba.
Walaupun infeksi saluran nafas atas disebabkan oleh virus, sebagian besar OMA disebabkan oleh bakteri piogenik. Bakteri yang sering di temukan adalah streptokokus pneumonia, hemophilus influenza, streptokokus  hemolitikus. Sejauh ini streptokokus pneumonia merupakan organisme penyebab tersering pada semua kelompok umur, sedangkan hemophilus influenza adalah patogen yang sering ditemukan pada anak di bawah usia 5 tahun, meskipun juga merupakan patogen pada orang dewasa.
Adapun mikrorganisme penyebab OMA :
1. Sreptococcus pneumonia
2. Hemophilus influenza
3. Streptococcus grup A
4. Branhamella catarrhalis
5. Staphilococcus aureus
6. Staphilococcus epidermidis
7. Pada bayi : Chlamydia trachomatis, Escherchia coli, spesies Klebsiela.
2. Penyakit-penyakit umum seperti morbili atau scarlet fever dapat di ikuti OMA hebat dengan dekstruksi struktur telinga tengah.



C.FAKTOR PREDISPOSISI
1. infeksi kronis adenoid
2. tonsilitis
3. rhinitis
4. sinusitis
5. batuk rejan
6. morbili
7. pada anak : kondisi tuba yang pendek, lebar, horizontal

D.PATOGENESIS
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba kedalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachii enzim dan antibody
. Seperti yang diketahui bahwa OMA dapat terjadi karena infeksi saluran nafas atas yang menginvasi telinga tengah melalui tuba Eustachii. Pada bayi, makin sering bayi terserang infeksi saluran nafas atas makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan agak horizontal letaknya.
Pada OMA terjadi keadaan yang patologis di mukosa yang melapisi tuba Eustachii, telinga tengah, dan sel mastoid, di mana terkumpul sekret, terjadi proses supurasi, terjadi kerusakan silia sehingga tidak dapat mengalirkan sekret menuju tuba Eustachii. Adanya kumpulan mukopus dalam telinga tengah mengakibatkan tekanannya meningkat, membran timpani meradang dan menonjol. Tekanan yang tinggi akan mempengaruhi pembuluh darah dalam membran timpani. Selanjutnya timbul nekrosis iskemik pada membran timpani, sehinga terjadi perforasi dan keluar pus. Dengan adanya perforasi ini gejala klinis seperti sakit telinga dan demam akan berkurang. Proses yang terjadi di telinga tengah adalah akumulasi, dekomposisi, dan iritasi. Mukosa menjadi rusak, terjadi desintegrasi periosteum, terjadi trombosis arteri yang berakibat berkurangnya aliran darah ke mukosa periosteum dan tulang telinga. Pada OMA yang tidak diobati dengan baik dan adekuat, bisa terjadi otitis media perforata kronik, dapat meluas ke otak melalui tegmen timpani, terutama jika disertai denagn kerusakan mukosa, tulang dan jaringan sekitarnya.

E. DIAGNOSIS
Diagnosis OMA ditegakkan dengan ditemukannya gejala – gejala dan tanda klinik yang didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada telinga tengah terutama membran timpani, serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan bakteriologik dan radiologik.
Dari anamnesis akan didapatkan gejala dari OMA antara lain berupa nyeri pada telinga, demam, malaise, dan kadang – kadang nyeri kepala disamping nyeri telinga. Gejala klinik yang tampak tergantung pada umur penderita dan stadium klinik dari OMA itu sendiri. Bila OMA didapatkan pada anak – anak, keluhan utama yang didapat adalah berupa rasa nyeri dalam telinga dengan adanya riwayat batuk dan pilek sebelumnya dan suhu tubuh penderita dapat meningkat. Khusus pada bayi dan anak kecil dapat terjadi anoreksia dan kadang – kadang mual dan muntah. Demam dapat tinggi pada bayi dan anak kecil sampai 39,5 oc (pada stadium supurasi), namun dapat pula tidak ditemukan pada 30% kasus. Anak bisa menjadi gelisah dan sukar tidur, tiba – tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang – kejang dan kadang – kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang. Seluruh atau sebagian membran timpani secara khas menjadi merah dan dan menonjol, dan pembuluh – pembuluh darah di atas membran timpani dan tangkai maleus berdilatasi dan menjadi menonjol.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, di samping rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Bila disertai perforasi, gejala klinik yang ada akan membaik. Pada anak – anak dapat dinyatakan dengan keluhan ibu penderita melihat bercak kuning pada bantal anaknya dan suhu tubuh dapat turun, serta anak dapat tidur dengan tenang.
Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, stadium OMA dapat dibagi atas 5 stadium:
1. Stadium radang tuba Eustachii (salpingitis)
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
3. Stadium supurasi
4. Stadium resolusi
Stadium radang tuba Eustachii (salpingitis)
Stadium ini ditandai dengan adanya gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena adanya absorbsi udara. Kadang – kadang membran timpani sendiri tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi. Dari penderita sendiri biasanya mengeluh telinga terasa tersumbat (oklusi tuba), gemrebeg (tinnitus low frequence), kurang dengar, sepeti mendengar suara sendiri (otofoni) dan kadang – kadang penderita merasa pengeng tapi belum ada rasa otalgia.
Stadium Hiperemis (PreSupurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani. Mukosa cavum timpani mulai tampak hiperemis atau oedem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. Pada stadium ini penderita merasakan otalgia karena kulit di membran timpani tampak meregang.
Stadium Supurasi
Oedem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat yang purulen di cavum timpani, menyebabkan membran timpani menjadi menonjol (bulging) ke arah telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pada anak - anak sering disertai kejang dan anak menjadi rewel. Apabila tekanan eksudat yang purulen di cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemik akibat tekanan pada kapiler – kapiler, serta terjadi trombophlebitis pada vena – vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan, di tempat ini akan terjadi ruptur. Sehingga bila tidak dilakukan incisi membran timpani (miringitomi) maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan discharge keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringitomi luka incisi akan menutup kembali karena belum terjadi perforasi spontan dan belum terjadi nekrosis pada pembuluh darah, sedangkan bila terjadi ruptur maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.
Stadium Resolusi


Menutup Sikatrik
Sembuh
Membran timpani tidak Dry Ear
perforasi menutup
Stadium resolusi Tidak sembuh OMSK
Sembuh Normal
Membran timpani utuh
Tidak sembuh Glue Ear

Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa pada stadium resolusi dapat terjadi dua kemungkinan, yaitu membran timpani utuh (tidak terjadi perforasi) dan membran timpani perforasi.
Pada membran timpani yang utuh, bila terjadi kesembuhan maka keadaan membran timpani perlahan – lahan akan normal kembali. Sedangkan pada membran timpani yang utuh tapi tidak terjadi kesembuhan, maka akan berlanjut menjadi Glue Ear. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan incisi pada membran timpani (miringitomi) untuk mencegah terjadinya perforasi spontan.
Pada membran timpani yang mengalami perforasi, bila terjadi kesembuhan dan menutup maka akan menjadi sikatrik, bila terjadi kesembuhan dan tidak menutup maka akan menjadi Dry ear (sekret berkurang dan akhirnya kering). Sedangkan bila tidak terjadi kesembuhan maka akan berlanjut menjadi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK), di mana sekret akan keluar terus – menerus atau hilang timbul.



F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan OMA pada prinsipnya memberikan terapi medikamentosa. Pemberian terapi medikamentosa ini tergantung pada stadium penyakitnya.
Stadium oklusi
Pada stadium ini pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes hidung. HCl efedrin 0,5% dalam laruitan fisiologis (anak 12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk yang berumur di atas 12 tahun dan pada orang dewasa. Disamping itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab infeksi adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi.
Stadium Presupurasi
Pada stadium ini antibiotika, obat tetes hidunng dan analgetika perlu diberikan. Bilamembran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.
Antibiotika yang dianjurkan adalah dari golongan penisilin atau ampisilin. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.
Pada anak ampisilin diberikan dengan dosis 50 – 100 mg/BB/hari, dibagi dalam 4 dosis, atau eritromisin 40 mg/BB/hari.
Stadium Supurasi
Diamping diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala – gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Pada stadium ini bila terjadi perforasi sering terlihat adanya sekret berupa purulen dan kadang terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 selam 3 – 5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari.

Stadium Resolusi
Pada stadium ini jika terjadi resolusi maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Tetapi bila tidak terjadi resolusi akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkina telah terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu,maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan sekret masih tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronik (OMSK).

G. KOMPLIKASI
Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulakn komplikasi.Baru setelah ada antibiotika, semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK. Bila pengobatan OMA tidak tepat dan adekuat, maka OMA bisa memberikan komplikasi atau perluasan ke mastoid.
Komplikasi OMA menurut Mawson 1978, Youwer 1983 dan Paparella 1988 dapat dibagi menjadi:
1. Komplikasi Intra temporal
- Otitis media supuratif kronik
Dapa terjadi karena penanganan OMA yang terlambat, penanganan yang tidak adekuat, daya tahantubuh yang lemah dan virulensi kuman yang tinggi. Secara klinis ada 2 stadium yaoitu stadium aktif dimana dijumpai sekret pada liang telingadan stadium nonaktif dimana tidak ditemukan sekret di liang telinga.
- Mastoiditis Akut
Adanya jumlah pus yang berlebihan akan masuk mendesak selulae mastoid dan terjadi nekrosis pada dinding selule dengan bentuk empiema, mastoidkapsul akan terisi sel peradangan sehingga bentuk anatomi akan hilang. Dan infeksi dapat melanjut menembus tulang korteks sehingga terjadi abses subperiosteal.
Pada beberapa kasus dimana drainase cukup baik akan terjadi keadaan kronik dimana didapat retensi pus di dalam selule mastoid yang disebut sebagai mastoid reservoir dengan gejala utama otore profus.
Klinis : panas tinggi, rasa sakit bertambah hebat, gangguan pendengaran bertambah, sekret bertambah, bengkak dan rasa sakit di daerah mastoid.
- Petrositis
Terjadi karena pneumotisasi di daerah os petrosus umumnya kurang baik. Walau demikian, petrositis jarang terjadi pada OMA.
- Fasial paralisis
Adanya pembengkakan pada selubung saraf di dalam kanalis falopian akan terjadi penekanan pada saraf fasial. Pada OMA jarang terjadi kecuali bial ada kelainan kongenital di mana terdapat hiatus pada kanal falopian.
Klinis : gejala pertama adalah klemahan pada sudut mulut yanng cenderung menjadi berat. Paralisis terjadi pada stadium hiperemi atau supurasi. Kelumpuhan ini akan sembuh sempurna bila otitis medianya sembuh.
- Labirintitis
Meskipun jarang terjadi perlu diketahui bahwa infeksi disini adalah kelanjutan dari petrositis atau karena masuknya kuman melaui foramen ovale dan rotundum. Peradangan ini dapat mengenai koklea, vestibulum dan kanalis semi sirkularis. Klinis : mual, tumpah, vertigo dan kurang pendengaran tipe sensorineural.
- Proses adhesi atau perlengketan
Dapat terjadi pada otitis media yanbg berlngsung  6 minggu. Sekret mukoid yang kental dapat menyebabkan kerusakan tulang pendengaran atau menyebabkan perleketan tulang pendengaran dengan dinding cavum timpani.
- Ketulian
2. Komplikasi Intrakranial
- Abses extradural
terjadi penimbunan pus antara duramater dan tegmen timpani. Seringkali tegmen timpani mengalami erosi dan kuman masuk ke dalam epitimpani, antrum, adn celulae mastoid. Penyebaran infeksi dapat pula melalui pembuluh darah kecil yang terdapat pada mukosa periosteum menuju bulbus jugularis, nervus facialis, dan labirin. Klinis : otalgia, sakit kepala, tampak lemah.
- Abses subdural
Jarang terjadi penimbunan pus di ruang antara duramater dan arachnoid. Penyebaran kuman melalui pembuluh darah. Klinis : sakit kepala, rangsang meningeal, kadang – kadang hemiplegi.
- Abses otak
Terjadi melalui trombophlebitis karena ada hubunganb antara vena – vena daerah mastoid dan vena – vena kecil sekitar duramater ke substansia alba.
Klinis : sakit kepala hebat, apatis, suhu tinggi, tumpah, kesadaran menurun, kejang, papil edema.
- Meningitis otogenik
Terjadi secara hematogen, erosi tulang atau melalui jalan anatomi yang telah ada. Pada anakkomplikasi ini sering terjadi karena pada anak jarak antara ruang telinga tengah dan fossa media relatif pendek dan dipisahkan oleh tegmen timpani yang tipis. Klinis : tampak sakit, gelisah, iritabel, panas tinggi, nyeri kepala, rangsang meningeal (+).
- Otitic Hodrocephalus
Jarang terjadi. Infeksi ini terjadi melalui patent sutura petrosquamosa. Klinis : sakit kepala terus – menerus, diplopia, paresis N VI sisi lesi, mual, tumpah, papil edem.

E. PROGNOSIS
Dengan pengobatan yang adekuat, prognosis OMA adalah baik untuk pendengaran dan kesembuhan, khususnya bila dilakukan paasentesis sebelum terjadi perforasi spontan membran timpani.





BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
1. Otitis media akut (OMA) peradangan akut mukoperiosteum telinga tengah yang disebabkan oleh kuman. Pada umumnya OMA merupakan komplikasi dari infeksi saluran nafas atas.infeksi melalui tuba eustachii, selanjutnya masuk ke telingan tengah. Sebagian besar OMA terjadi pada anak, karena infeksi saluran nafas atas banyak pada anak, dan bentuk tuba eustachii pada anak lebih pendek, lebar, dan mendatar.
2. Diagnosis OMA ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, an pemeriksaaan penunjang. Dari anamnesis ditemukan rasa nyeri pada kepala atau teliga, demam, malaise. Pada anak – anak keluhan pertama adanya rasa nyeri di telinga disertai riwayat batuk dan pilek sebelumya, suhu meningkat. Pada dewasa keluhan terutama nyeri telinga disertai gangguan pendengaran, dan terasa penuh di telinga. Pada bayi gejala klinik berupa anak, gelisah, sukar tidur, tiba – tiba menjerit saat tidur, dan memegang telinganya yang sakit, suhu meningkat disertai diare, muntah, dan kejang. Pada stadium I membran timpai bisa normal, pada stadium II membran timpani tampak berwarna merah, sekret masih serous hingga sulit dilihat. Pada stadium III membran timpani menonjol ke CAE (bulging) dan terbentuk sekret purulen dalam cavum timpani. Pada stadium IV membran timpani bisa utuh dan bisa mengalami perforasi.
3. Penatalaksanaan OMA pada prinsipnya adalah terapi medikamentosa yang diberikan tergantung dari stadium penyakitnya. Prinsipnya adalah pemberian antibiotika dan parasentesis untuk menghindari perforasi spontan.

SARAN
1. Perlunya mencegah terjadinya infeksi saluran pernafasan atas terutama pada bayi dan anak – anak. Karena Infeksi saluran nafas atas merupakan faktor utama penyebab terjadinya OMA pada bayi dan anak – anak disamping bentuk anatomi dari tuba Eustachii yang lebih lebar, pendek dan mendatar dibanding orang dewasa.
2. Perlunya dilakukan miringotomi pada stadium dua, terutama stadium tiga bila membran timpani masih utuh, untuk menghindari terjadinya perforasi spontan.



























DAFTAR PUSTAKA

1. Rifki N, S Purnaman, Pandi, Mangunkusumo E. Penyakit Telinga Tengah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 1990.
2. AdamsG L, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Penerbit : Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1994 ; hal . 89 – 100.
3. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. Kapita Selekta Kedokteran Bagian THT FK UI. Penerbit : Media Aeusculapeus FK UI, Jakarta, 2001 ; hal. 79.
4. Bambang. Pelajaran Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Penerbit : BP FK UNDIP, Semarang, 1991; hal. 31.
5. Sudarwan. Konsep Baru dalam Diagnosis dan Terapi Otitis Media Akut. Medical Progress, Vol. 7. Penerbit : Bagian THT FK UNDIP/RSDK, Semarang, 1980 ; hal. 79 – 92.
6. Herry S. Fisiologi Telinga Tengah. Fakultas Kedokteran UNDIP, Semarang.
7. Riece H. Komplikasi Otitis Media Akuta. Kumpulan Karya Ilmiah.
8. Pracy R, Siegler J, Stell PM. Pelajaran Ringkas THT. Penerbit : PT. Gramedia, Jakarta, 1983, hal. 26 – 9.
9. Ballenger WL, Ballenger HC. Disease of The Nose, Throat, and Ear. Medical and Surgical, ed. 8th. LEA and FEBIGER, Philadelpia, 1993 ; hal. 67 – 51.

Tidak ada komentar: