Minggu, 13 September 2009

sinusitis ethmiodal

BAB I
PENDAHULUAN

Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi oleh karena infeksi virus, bakteri dan jamur atau karena reaksi alergi yang berkepanjangan pada sebagian atau seluruh mukoperiosteum dari sinus paranasalis. Kata sinusitis berasal dari bahasa Latin, sinusitis dimana istilah sinus sendiri berati cekungan dan itis adalah akhiran yang berarti radang. Jadi, sinusitis adalah radang pada sinus.(1, 2)
Insiden tertinggi terjadinya sinusitis adalah disebabkan oleh peradangan kronis dari hidung yang merupakan alat pernafasan bagian atas. Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan jenis penyakit infeksi di Indonesia yang banyak diderita oleh masyarakat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1997 menunjukkan bahwa prevalensi ISPA untuk usia 0-4 tahun 47,1 %, usia 5-15 tahun 29,5 % dan dewasa 23,8 %; lebih dari 50% penyebabnya adalah virus. Bila infeksi terjadi pada beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut dengan pansinusitis.(1,2,3,4,5)
Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksilaris, sinusitis ethmoidalis, sinusitis frontalis dan sinusitis sfenoidalis. Sinusitis tidak hanya menginvasi rongga hidung dan ruangan-ruangan dalam tulang wajah atau muka disekitar hidung, tetapi sinusitis dalam tahap akut sekalipun dapat pula menjalar hingga ke telinga. (2,6)
Menurut Heerman yang dikutip dari Heinzler (1969) terdapat prosentase urutan sinusitis paranasal, yaitu sinusitis maksilaris 75%, sinusitis ethmoidalis 15%, sinusitis frontalis dan sphenoidalis 10%.(1)
Kasus sinusitis ethmoidalis kronis eksaserbasi akut dijumpai di tempat-tempat pelayanan kesehatan, namun permasalahannya adalah bagaimana menegakkan diagnosa sinusitis etmoidalis kronis eksaserbasi akut dengan tujuan agar para klinisi dapat mengelola dengan baik dan tahu kapan harus merujuk ke dokter spesialis THT.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS ETHMOIDALIS
2.1.1 Anatomi Sinus Ethmoidalis
Sinus etmoidalis merupakan struktur yang berisi cairan pada bayi yang baru dilahirkan. Pada perkembangan embriologinya, sel anterior ikuti oleh sel posterior. Sel-sel ethmoid terbentuk mulai fetus berusia 4 bulan dan sudah ada sewaku bayi lahir. Ethmoid ini lalu berkembang pada masa pubertas. Sel-sel ethmiod ini terletak di kiri dan kanan kavum nasi, disebelah lateral sepertiga atas hidung dan sebelah medial orbita.(1,7)
Pada orang dewasa bentuk sinus ethmoid seperti bentuk piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior. Berdasarkan letaknya, sinus ethmoid dibagi menjadi sinus ethmoid anterior yang bermuara ke meatus media dan sinus ethmoid posterior yang bermuara ke meatus superior. Sel-sel anterior dipisahkan oleh lempeng tulang tranversal yang tipis. Setiap sisi terdiri dari sekitar 10-15 sel dengan volume 14-15 ml.(1,2)
Pada bagian terdepan sinus ethmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel ethmoid terbesar adalah bulla ethmoid. Di daerah ethmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksilla. Dinding lateral sinus ethmoid dibentuk oleh tulang lakrimal (ethmoid anterior) dan os. planum atau lamina papirasea (ethmoid posterior). Dinding medial etmoid berasal dari bagian setengah atas dinding lateral hidung (konka media dan lanjuta tulag diatasnya) dan bagian setengah bawahnya adalah dinding medial antrum. Atap sinus ethmoid yang disebut fovea ethmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa yang tipis dan berlubang-lubang dan lanjutan planum orbita os. frontal. Sedangkan bagian posterior sinus ethmoid adalah dinding depan sinus sfenoid.(1)
Sinus ethmoid mendapat aliran darah dari a. karotis eksterna, a. karotis interna, a. sfenopalatina dan a. oftalmika. Sinus ini disarafi oleh nervus trigeminus. Persarafan parasimpatis melalui nervus vidian, sedangkan persarafan simpatis melalui ganglion sympathetic cervical dan berjalan bersama pembuluh darah menuju mukosa sinus.(7)
2.1.2 Fisiologi Sinus Ethmoidalis
Seperti pada mukosa hidung, didalam sinus ethmoidalis juga terdapat mukosa bersilia dan palut lendir diatasnya. Arah gerakan mukus dalam hidung yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar mukosa umumnya adalah menuju ke belakang. Aliran ini dimulai dari rongga yang terdapat dibagian superior sinus ethmoid kearah inferior dengan menyusuri dinding selulae kearah ostium sinus ethmoid dengan gerakan seperti spiral.(1,2)
Pada dinding lateral hidung terdapat aliran transpor mukosiliar dari sinus. Mukus yang dihasilkan dari sinus ethmoid anterior akan bergabung dengan mukus yang dihasilkan pada sinus maksilaris dan frontalis di infundibulum etmoid dan dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Sedangkan mukus yang berasal dari sinus ethmoidalis posterior akan bergabung dengan mukus yang dihasilkan oleh sinus sfenoid di resesus sfenoetmoidalis dan dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis ethmoidalis didapati sekret pasca nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung.(1,2)
Aliran mukus yang dihasilkan dari sinus ethmoidalis ke rongga hidung dipengaruhi oleh keadaan ostium, mukosilia sistem yang bekerja baik serta kualitas dari mukus membran. Beberapa fungsi sinus etmoidalis antara lain(1,2) :
a. Sebagai pengatur kondisi udara
b. Sebagai pengatur suhu

c. Membantu keseimbangan kepala
d. Membantu resonansi suara
e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
f. Membantu produksi mukus

2.2 ETIOLOGI SINUSITIS ETHMOIDALIS
Penyebab sinusitis ethmoidalis sama halnya dengan penyebab infeksi sinus-sinus yang lain. Infeksi atau peradangan sinus umumnya terjadi sebagai lanjutan infeksi hidung, Sinusitis ethmoid dapat terjadi bila terdapat gangguan pengaliran udara dari dan ke rongga sinus serta adanya gangguan pengeluaran cairan mukus. Adanya peradangan yang terus-menerus menyebabkan terjadinya pembengkakan pada ostia sehingga lubang drainase ini menjadi buntu dan mengganggu aliran udara sinus serta pengeluaran cairan mukus. Penyebab terjadinya obstruksi ostia ini antara lain(1,2,8,9,10) :
1. Infeksi virus
Sinusitis ethmoidals bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada aluran pernafasan bagian atas. Sehinga virus yang menyerang sinus biasanya sama dengan virus yang menyerang hidung dan nasofaring sebelumnya karena mukosa sinus berjalan kontinue dengan mukosa hidung.
2. Infeksi bakteri
Didalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococus pneumonia, Haemophilus influenza). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam snus sehingga terjadi infeksi sinus. Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus menciptakan suatu lingkungan yang ideal untuk perkembangan infeksi bakteri.

3. Infeksi Jamur
Aspergillus merupakan jamur yang dapat menyebabkan sinusitis ethmoidalis pada penderita gangguan sistem kekebalan.
4. Peradangan menahun pada saluran hidung
Peradangan menahun pada saluran hidung yang diakibatkan reaksi alergi ataupun non alergi mengakibatkan obstruksi ostium akibat edema mukosa dan hipersekresi dalam rongga sinus sehingga menutup hubungan antara sinus dan hidung.
Dalam keadaan sehat, 1/3 anterior dari kavum nasi terdapat organisme yang tampaknya tidak patogen. Sedangkan jika dalam terinfeksi akut baik oleh virus maupun organisme dari luar, maka organisme yang tidak patogen tadi berkembang dengan cepat dan menyebar diantaranya masuk ke dalam ostium sinus paranasal.(1,11)
Terjadinya sinusitis ethmodalis juga dipengaruhi oleh berbagai macam faktor predisposisi yang antara lain(1,2,8) :
1. Obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, hipertrofi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung.
2. Infeksi pada sinusitis sering dijumpai pada keluarga yang tinggal di lingkungan yang kurang sehat seperti adanya polusi udara termasuk asap tembakau
3. Daya tahan tubuh yang rendah, defisiensi nutrisi, kelelahan tubuh.
4. Penyakit sistemik kronis, hipogammaglobulin akan menyebabkan daya tahan tubuh rendah sehingga mudah terjadi infeksi didaerah sinus.
5. Pengaruh udara. Umumnya infeksi sinusitis ethmoidalis pada daerah dengan iklim yang dingin. Udara dingin akan mempengaruhi kerja silia menjadi lebih lambat, demikian juga pada udara yang kering akan mengakibatkan perubahan di mukosa sehingga sering terjadi sinusitis ethmoidalis.


2.3 PATOFISIOLOGI SINUSITIS ETHMOIDALIS
Ada 3 faktor otama untuk berfungsinya sinus secara normal, yaitu(1) :
1. Potensi ostium sinus
2. Fungsi silia
3. Sekresi kelenjar hidung
Patofisiologi yang penting dan paling jelas yang menyebabkan sinusitis ethmoidalis adalah edema mukosa didalam dan disekeliling ostium akibat terinfeksi virus, bakteri atau disebabkan karena peradangan yang terus menerus. Bila terjadi edema di kompleks osteo meatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang lebih baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Pada awal penyakit didapati peningkatan tekanan intrasinus yang transient, kemudian dengan berlanjutnya penyakit yang diikuti tekanan negatif intrasinus sehingga menyebabkan hipoksia dalam sinus, bakteri kemudian dapat masuk memasuki ostium sinus dan menyebabkan retensi dari sekret, fungsi silia akan rusak. Juga terdapat perubahan viskositas dari sekret nasal, yang memberikan medium yang ideal bagi perkembangan bakteri anaerob yang selanjutnya dapat menyebabkan perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip kista.(1,6)
Mukosa dan kelenjar akan mengalami kerusakan jika terinfeksi virus dan bakteri, serta terpapar oleh polusi udara dan bahan kimia, yang akan menyebabkan produksi kelenjar menjadi tidak normal sehingga akan mengakibatkan gangguan sistem mukosilia, yaitu gangguan drainase dan ventilasi pada sinus maksilaris. (1,9)
Alergi juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi karena terjadi oedem mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus maksilaris yang membengkak dapat menyumbat ostium sinus dan mengganggu drainase, menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan dan siklus seterusnya berulang.(1,2,11,13)
Sinusitis ethmoidalis pada dasarnya bersifat rinogenik. Pada sinusitis ethmoidalis kronis, sumber infeksi berulang cenderung berupa suatu daerah stenotik, biasanya infundibulum ethmoidalis dan resessus frontalis. Karena inflamasi menyebabkan saling menempelnya mukosa yang berhadapan dalam ruangan yang sempit ini, akibatnya terjadi gangguan transpor mukosilier dan mempertinggi pertumbuhan bakteri dan virus. Infeksi kemudian menyebar ke sinus yang berdekatan.(1.6.11,12,13)

2.4 DIAGNOSIS SINUSITIS ETHMOIDALIS
Diagnosis sinusitis ethmoidalis kronis eksaserbasi akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.(1,2,8,11,13,14,15)
2.4.1 Anamnesis
Dari anamesis akan didapatkan gejala dari sinusitis ethmoidalis akut dan sinusitis ethmoidalis kronis yang timbul secara bersamaan, yang terdiri dari :
 Sinusitis Ethmoidalis akut
Dari anamesa yang didapat biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas (terutama pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama lebih dari 7 hari. Gejala subyektif terbagi atas(1,2,3,8,11,13) :
a. Gejala sistemik, yaitu demam dan rasa lesu.
b. Gejala lokal, yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di daerah pangkal hidung dan kantus media, kadang-kadang nyeri pada bola mata atau belakangnya terutama bila mata digerakkan.

 Sinusitis Ethmoidalis kronis
Gejala subyektif yang akan didapatkan bervariasi dari yang ringan hingga berat, seperti(1,2,11,13) :
a. Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung serta sekret paska nasal (post nasal drip) dan berbau. Sekret ini yang memicu terjadinya batuk kronis.
b. Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok.
c. Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena tersumbatnya tuba eustachius.
d. Adanya nyeri / sakit kepala. Biasanya terasa pada pagi hari dan akan berkurang atau hilang setelah siang hari. Kemungkinan penyebabnya karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus serta adanya stasis vena.
e. Gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus naso-lakrimalis
f. Gejala saluran nafas berupa batuk dan kadang-kadang terdapat komplikasi di paru, berupa bronkhitis atau bronkiektasis atau asma bronkial, sehingga terjadi penyakit sinobronkhitis.
g. Gejala saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak.
h. Anosmia / hiposmia.
Selama eksaserbasi akut, gejala-gejala mirip dengan sinusitis ethmoidalis akut : namun, diluar massa itu, gejala berupa suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung dan hipersekresi yang seringkali mukopurulen. Kadang kadang terdapat nyeri kepala, namun gejala ini seringkali tidak tepat dianggap sebagai gejala penyakit sinus ethmoidalis. Hidung biasanya tersumbat dan tentunya ada gejala-gejal faktor predisposisi, seperti rinitis alergi yang menetap dan keluhan-keluhan yang menonjol.

2.4.2 Pemeriksaan Fisik (Gejala Obyekif)
Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan gejala obyektif dari sinusitis ethmoidalis akut dan sinusitis ethmoidalis kronis, yaitu(1,2,5,11,13) :
a. Rinoskopi anterior
Pada pemeriksaan Rinoskopi anterior akan didapatkan mukosa yang edema dan hiperemis, terlihat sekret mukopus pada meatus media. Pada sinusitis ethmoiditis kronis eksasserbasi akut dapat terlihat suatu kronisitas misalnya terlihat hipertrofi konka, konka polipoid ataupun poliposis hidung.
b. Rinoskopi posterior
Pada pemerikasaan Rinoskopi posterior, tampak sekret yang purulen di nasofaring dan dapat turun ke tenggorokan.
c. Pada pemeriksaan transiluminasi (diafanoskopi)
Dilakukan di kamar gelap memakai sumber cahaya penlight berfokus jelas yang dimasukkan ke dalam mulut dan bibir dikatupkan. Arah sumber cahaya menghadap ke atas. Pada sinus normal tampak gambaran terang pada daerah glabella. Pada sinusitis ethmoidalis akan tampak kesuraman.
2.4.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologik
Dengan X-foto sinus paranasal posisi Cad well.
b. Pemeriksaan mikrobiologik
Biasanya pada sinusitis etmoiditis kronis eksaserbasi akut menunjukkam infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, yaitu bakteri aerob (S.aureus, S.viridans, H.influenza) dan bakteri anaerob (Peptostreptokokus dan Fusobakterium).
c. CT-Scan
Gambaran sinus paranasal dan kompleks osteo meatal tampak jelas. Pemeriksaan ini dilakukan jika dicurigai sudah terdapat komplikasi.

d. Sinuskopi
Dilakukan untuk mengevaluasi keadaan Kompleks Osteo Meatal.

2.5 KOMPLIKASI SINUSITIS ETHMOIDALIS
Komplikasi sinusitis ethmoidalis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika.(1,2)
Komplikasi sinusitis maksilaris antara lain (1,2,8,11,13) :
1. Komplikasi orbita
Sinus ethmidalis merupakan penyebab komplikasi orbita yang terpenting. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoiditis akut. Terdapat 5 tahapan :
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan.
Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan seperti ini biasanya ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis seringkali merekah pada kelompok umur ini.
b. Selulitis orbita.
Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.
c. Abses subperiostal.
Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita sehingga menyebabkan proptosis dan kemosis.
d. Abses orbita.
Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstra okuler mata yang terserang dan khemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.


e. Trombosis sinus kavernosus.
Komplikasi ini akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus dimana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis septik. Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari oftalmoplegia, kemosis konjunctiva, gangguan penglihatan yang berat, kelemahan pasien dan tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernusus yang berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.
2. Komplikasi intrakranial
Komplikasi intrakranial antara lain :
a. Meningitis akut
Merupakan infeksi terberat setelah trombosis sinus kavernosus. Infeksi dari sinus ethmoid dapat menyebar melalui lamina kribiformis didekat sistem sel udara ethmoidalis.
b. Abses Dura
Adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium. Proses ini timbul lambat sehingga pasien mungkin hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intrakranial yang memadai.
c. Abses otak
Setelah sistem vena dalam mukoperiosteum sinus maksilaris terinfeksi, maka terjadi metastatik secara hematogen ke dalam otak. Abses otak biasanya terjadi melalui tromboflebitis yang meluas secara langsung.
3. Osteomielitis dan Abses Subperiosteal
Nyeri tekan dahi yang sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil. Pembengkakan di atas alis mata juga lazim terjadi dan bertambah hebat bila terbentuk abses subperiosteal, dalam hal ini terbentuk oedem supraorbita dan mata menjadi tertutup. Pada radiogram, dapat memperlihatkan erosi batas-batas tulang dan hilangnya septa intrasinus dalam sinus yang keruh.
4. Kelainan paru
Kelainannya antara lain bronkhitis kronik dan bronkiektsis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkhitis. Selain itu juga dapat timbul asma bronkial.
5. Toxic Shock syndrome

2.6 TERAPI SINUSITIS ETHMOIDALIS
Untuk penatalaksanaan sinusitis ethmoidalis dibagi menjadi terapi medikamentosa dan operatif.(1,2,8,11,13)
1. Terapi Medikamentosa
a. Antibiotik
Diberikan antibiotik selama 2-4 minggu untuk mengetasi infeksinya. Antiibiotik yang dipilih mencakup anaerob, seperti penisilin V, klindamisin, atau augmentin merupakan pilihan yang tepat bila golongan penisilin tidak efektif.
b. Dekongestan
Dekongestan dapat menstimulasi reseptor adrenergik di mukosa hidung dengan efek vasokonstriksi yang mengurangi keluhan sumbatan hidung, meningkatkan diameter ostium dan meningkatkan ventilasi. Preparat yang umum adalah pseudoefedrini. Dekongestan topikal dapat dianjurkan pada sinusitis akut pertama yang terkomplikasi, sedangkan untuk sinusitis kronis tidak dianjurkan karena untuk pemakaian jangka panjang (lebih dari 7 hari) akan menyebabkan rhinitis medikamentosa.
c. Antihistamin
Hanya berfungsi pada manifestasi alergi sehingga pemberiannya pada sinusitis akut tidak tepat karena sinusitis akut adalah penyakit infeksi, sedangkan pada sinusitis maksilaris kronis alergi justru berperan sebagai penyebab pada lebih dari 50% kasus, karenanya penggunaan antihistamin dianjurkan.

d. Mukolitik
Pemberian mukolitik bersifat simtomatis untuk mengencerkan sekret yang kental sehingga mudah dikeluarkan, meningkatkan kerja silia dan merangsang pemecahan fibrin.
2. Terapi tanpa pembedahan
Terapi yang dilakukan adalah diatermi, yaitu dengan menggunakan sinar gelombang pendek selama 10 hari didaerah sinus ethmoidalis untuk memperbaiki sirkulasi pembuluh darah sehingga antibiotik dapat berpenetrasi dengan baik.
3. Terapi dengan pembedahan
Menjadi pertimbangan jika pasien tidak berespon dengan terapi medikamentosa.
a. Pembedahan radikal
Pembedahan radikal yaitu mengangkat semua mukosa yang patologik dan normal dan membuat drainase dari sinus yang terkena. Dilakukan apabila pengobatan medikamentosa gagal. Untuk sinus ethmoid dilakukan ethmoidektomi yang bisa dilakukan dari dalam hidung (intranasal) ataupun dari luar hidung (ekstranasal).
b. Pembedahan tidak radikal
Dilakukan dengan metode operasi sinus paranasal menggunakan endoskopi, yang disebut Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopy Sinus Surgery (FESS). FESS adalah membuka dan membersihkan kompleks osteomeatal hanya dengan mengangkat jaringan patologik, sedangkan jaringan sehat dipertahankan agar tetap berfungsi. Sehingga nantinya tidak ada lagi hambatan ventilasi dan drainase.

BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. U
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jl. Kendal Asem IV no. 2 Demak
No. CM : 547.967
II. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
Autoanamnesis , Rabu 02 Juli 2008, 09.00 WIB
A. Keluhan Utama : Pilek berwarna putih kekuningan.
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Selama + 2 minggu ini penderita mengeluh pilek berwarna putih kekuningan dan berbau. Ingus keluar terus menerus dan dirasakan mengalir sampai ke tenggorokan. Penderita mengaku dalam 5 bulan ini hidung sebelah kiri tersumbat terus-menerus semakin lama semakin berat. Cekot-cekot dirasakan pada pangkal hidung dan sudut mata, bertambah berat saat membungkuk. Kemeng-kemeng pada pipi (-), kemeng-kemeng pada dahi (-), daya penciuman dirasakan berkurang, hidung keluar darah (-), bersin-bersin-bersin (-) terutama pada pagi hari, mata sering terasa berair dan gatal-gatal. Nyeri tenggorokan (-), rasa sulit menelan (-), tenggorokan terasa banyak dahak (+). Telinga terasa penuh (-), telinga terasa tersumbat (-), gembrebeg (+), pendengaran berkurang (-), pusing (+), keluar cairan telinga (-), nyeri telinga (-), demam (-).
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Penderita mengaku tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Penderita mengaku memiliki riwayat alergi.
Riwayat hipertensi disangkal penderita.
Riwayat magh disangkal penderita.
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini sebelumnya.
Ibu penderita mempunyai asma.
E. Riwayat Sosial Ekonomi :
Penderita adalah seorang mahasiswa. Penderita tinggal bersama Ayah yang bekerja sebagai swasta dan Ibu bekerja sebagai pegawai swasta juga serta ketiga adiknya yang masih bersekolah. Pasien berobat dengan menggunakan kartu ASKES.
Kesan Sosial Ekonomi : Baik
III. PEMERIKSAAN OBYEKTIF
Pemeriksaan Fisik :
A. Status Present
Keadaan umum : Baik
Suhu : 36,8 C
Pernafasan/RR : 20 X/menit
Paru-paru : Suara dasar vesikuler
Reflek : Tidak ada kelainan
Nadi : 80 X/menit
Kepala : Mesocephal
Jantung : Suara jantung I dan II
Kelamin : Tidak ada kelainan
Tekanan darah : 110 / 70 mmHg
Leher : Simetris, benjolan (-)
Anggota gerak : Tidak ada kelainan
Kulit : Sawo matang, turgor baik
B. Status Lokalis
a. Telinga
Kanan Kiri
PREAURIKULA
Tragus pain (-) (-)
Fistula (-) (-)
Abses (-) (-)
 AURIKULA
Bentuk (-) (-)
Nyeri tekan (-) (-)
Bengkak (-) (-)
MASTOID
Nyeri tekan (-) (-)
Bengkak (-) (-)
CAE
Sekret (-) (-)
Serumen (-) (-)
Corpus alienum (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Bengkak (-) (-)
Jaringan Granulasi (-) (-)
MEMBRAN TIMPANI
Warna Abu-abu mengkilat Abu-abu mengkilat
Reflek cahaya (+) (+)
Bentuk Konkaf Konkaf
Perforasi (-) (-)

b. Hidung, Sinus Paranasal dan Tenggorok
Hidung : bentuk normal, simetris.
Trismus : (-)
Palpasi Submandibula : kelenjar submandibula kanan dan kiri tidak teraba.





Rinoskopi Anterior
Kanan Kiri
Mukosa Hiperemis (+)
Krusta mukopurulen (-) Hiperemis (+)
Krusta mukopurulen (-)
Konka Media
Hipertropi (+) (+)
Hiperemis (+) (+)
Konka Inferior
Hipertropi (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Meatus Media Sekret (+) mukopurulen
Oedem (-)
Hiperemis (-) Sekret (+)mukopurulen Oedem (-)
Hiperemis (-)
Meatus Inferior Sekret (-)
Oedem (-)
Hiperemis (-) Sekret (-)
Oedem (-)
Hiperemis (-)
Septum deviasi (-) (-)
Tumor (-) (-)

















Sinus Paranasal
Kanan Kiri
Canina
Nyeri tekan (-) (-)
Nyeri ketok (-) (-)
Supra orbita
Nyeri tekan (-) (-)
Nyeri ketok (-) (-)
Glabela
Nyeri tekan (+) (+)
Nyeri ketok (+) (+)













Orofaring
Arcus Pharingeus : Simetris, uvula ditengah, hiperemis (+)
Palatum : Hiperemis (-)
Dinding retrofaring : Post nasal drip (+), granulasi (+), hiperemis (+)
Tonsil
Kanan Kiri
Pembesaran T1 T1
Warna Merah muda Merah muda
Kripte Tidak Melebar Tidak Melebar
Detritus
Peritonsil (-)
Abses (-) (-)
Abses (-)

Pemeriksaan Rutin Khusus
1. Tes Aplikasi Efedrin 1%  (+) kanan kiri
2. Tes Pengembunan  terlihat gambaran embun kanan kiri yang tidak simetris (embun kiri terlihat lebih sedikit.
3. Transiluminasi glabella (sinus ethmoidalis)  daerah glabella tampak suram.
4. Rinoskopi posterior  terlihat dinding nasofaring tertutup lendir.
IV. RESUME
A. Keluhan utama : Rinorhea Mukopurulen
B. RPS :
Sejak 5 hari yang lalu, rinorhea mukopurulen, foetor ex nasi, post nasal drip (+). 5 bulan ini, kongesti nasal (+), nyeri glabella dan kantus medius (+), sefalgia (+), batuk (+), demam (-), odinofagi (-), hiposmia (+), tinitus(+).
C. RPD :
- Penderita tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
- Penderita mempunyai riwayat alergi.



D. Status lokalis
1. Telinga
Kanan Kiri
PREAURIKULA
Tragus pain (-) (-)
Fistula (-) (-)
Abses (-) (-)
 AURIKULA
Bentuk (-) (-)
Nyeri tekan (-) (-)
Bengkak (-) (-)
MASTOID
Nyeri tekan (-) (-)
Bengkak (-) (-)
CAE
Sekret (-) (-)
Serumen (-) (-)
Corpus alienum (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Bengkak (-) (-)
Jaringan Granulasi (-) (-)
MEMBRAN TIMPANI
Warna Abu-abu mengkilat Abu-abu mengkilat
Reflek cahaya (+) (+)
Bentuk Konkaf Konkaf
Perforasi (-) (-)
2. Hidung, Sinus Paranasal dan Tenggorok
Hidung : bentuk normal, simetris
Trismus : (-)
Palpasi Submandibula : kelenjar submandibula kanan dan kiri tidak teraba.
Rinoskopi anterior
Kanan Kiri
Mukosa Hiperemis (+)

Krusta mukopurulen (-) Hiperemis (+)

Krusta mukopurulen (-)
Konka Media
Hipertropi (+) (+)
Hiperemis (+) (+)
Konka Inferior
Hipertropi (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Meatus Media Sekret (+) mukopurlen Oedem (-) Hiperemis (-) Sekret (+) mukopurulen Oedem (-) Hiperemis (-)
Meatus Inferior Sekret (-) Oedem (-) Hiperemis (-) Sekret (-) Oedem (-) Hiperemis (-)
Septum deviasi (-) (-)
Tumor (-) (-)

Sinus Paranasal
Kanan Kiri
Canina
Nyeri tekan (-) (-)
Nyeri ketok (-) (-)
Supra orbita
Nyeri tekan (-) (-)
Nyeri ketok (-) (-)

Glabela
Nyeri tekan (+) (+)
Nyeri ketok (+) (+)
Orofaring
Arcus Pharingeu : Simetris, uvula ditengah, hiperemis (+)
Palatum : hiperemis (-)
Dinding retrofaring : Post nasal drip (+), granulasi (+), hiperemis (+)
Tonsil
Kanan Kiri
Pembesaran T1 T1
Warna Merah muda Merah muda
Kripte Tidak Melebar Tidak Melebar
Detritus
Peritonsil (-)
Abses (-) (-)
Abses (-)
Pemeriksaan Rutin Khusus
1. Tes Aplikasi Efedrin 1%  (+) kanan kiri
2. Tes Pengembunan  terlihat gambaran embun kanan kiri yang tidak simetris (embun kiri terlihat lebih sedikit.
3. Transiluminasi glabella (sinus ethmoidalis)  daerah glabella tampak suram.
4. Rinoskopi posterior  terlihat dinding nasofaring tertutup lendir.
V. DIAGNOSA BANDING
1. Sinusitis ethmoidalis kronis eksaserbasi akut.
2. Sinusitis maksilaris kronis eksaserbasi akut.
3. Sinusitis frontalis kronis eksaserbasi akut.
4. Ozaena.
VI. DIAGNOSA SEMENTARA
Sinusitis Ethmoidalis Kronis Eksaserbasi Akut
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X foto sinus paranasal posisi Waters
2. X foto sinus paranasal posisi Cald Well
3. CT Scan Sinus Paranasal
4. Sinuskopi atau Endoskopi
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Medikamentosa
 Antihistamin
 Antibiotik
 Dekongestan
 Antiinflamasi
 Mukolitik
2. Terapi Operatif
 Konkotomi dilanjutkan dengan Ethmoidectomi
 FESS (Functional Endoscopy Sinus Surgery)
IX. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
X. FOLLOW UP
1. Keadaan umum
2. Perkembangan pengobatan













BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus didapatkan anamnesa bahwa penderita mengalami rinore mukopurulen dan foetor ex nasi. Rinore mukopurulen terjadi karena gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental. Gejala foetor ex nasi terjadi karena adanya nekrosis mukosa dan adanya organisme saprofit yang membusukkan sel-sel yang telah mati oleh karena toksin bakteri, nekrosis dan kurangnya aliran darah. Penderita juga mengeluh hidung tersumbat, rasa nyeri pada pangkal hidung dan sudut mata terutama saat bangun tidur dan membungkuk, daya penciuman berkurang. Hal ini sesuai dengan gejala-gejala subyektif yang terdapat pada sinusitis ethmoidalis dimana pada pasien tersebut dapat diklasifikasikan menjadi sinusitis kronis karena gejala-gejala yang dirasakan penderita sudah berlangsung lebih dari 3 bulan.(1,2,11,14)
Pada pemerikasaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan dan nyeri ketuk yang dilakukan pada daerah pangkal hidung dan sudut mata. Gejala ini terjadi karena adanya nekrosis mukosa dan adanya penimbunan sekret mukopurulen di rongga sinus.(1,2,11,14)
Selain itu ditemukan konka media sinistra mengalami hipertrofi dan hiperemis, akibat drainase yang terganggu sehingga terjadi oedem pada konka. Hal ini dapat memperkuat diagnosa sementara dan menyingkirkan diagnosa banding ozaena. Ditemukan pula sekret mukopurulen di meatus media yang menunjukkan bahwa di rongga sinus ethmoidalis anterior terdapat timbunan sekret mukopurulen. Sedangkan pada meatus superior tidak terlihat. Di orofaring juga ditemukan adanya post nasal drip karena mukus yang berasal dari kelompok sinus anterior dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Sedangkan mukus yang berasal dari sinus ethmoidalis posterior akan bergabung dengan mukus yang dihasilkan oleh sinus sfenoid di resesus sphenoetmoidalis dan dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba.(1,2,11)
Pada pemeriksaan rutin khusus dengan menggunakan transiluminasi / diafanoskopi, didapatkan hasil sinus ethmoidalis tampak kesuraman. Sedangkan pada sinus normal tampak gambaran yang terang pada glabella. Hal ini terjadi karena adanya akumulasi pus dalam rongga sinus yang tidak dapat keluar karena gangguan ventilasi dan drainase sinus.(1,2, 11)
Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan foto rontgen sinus paranasal untuk mengetahui adanya kesuraman pada sinus ethmoidalis sehingga dapat dipakai untuk memperkuat diagnosa sementara dan menyingkirkan diagnosa banding, yaitu sinusitis maksilaris kronis eksaserbasi akut, sinusitis frontalis kronis eksaserbasi akut. Pemeriksaan penunjang yang dapat juga dilakukan adalah CT-Scan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari sinus ethmoidalis, sinuskopi untuk dapat melihat kondisi kompleks osteo meatal, serta pemeriksaan mikrobiologik yang berguna untuk mengetahui jenis bakteri.(1,2,6,8)
Terapi yang dilakukan dapat dengan medikamentosa berupa antibiotik selama 10-14 hari, dekongestan lokal berupa tetes hidung agar ostium tuba tetap membuka sehingga memperlancar drainase sinus, antiinflamasi untuk menyembuhkan oedem, mukolitik untuk mengencerkan sekret yang kental, juga dapat diberikan antihistamin kepada pasien dengan penyebab alergi. Dapat pula dilakukan diatermi dengan sinar gelombang pendek (ultra short wave diathermy) selama 10 hari pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus.(2,6)
Jika belum membaik dilakukan tindakan operatif radikal seperti ethmoidektomi ataupun non radikal seperti FESS (Functional Endoscopy Sinus Surgery). Prinsip dari operasi radikal ini yaitu mengangkat semua mukosa baik yang patologik maupun normal dan membuat drainase dari sinus yang terkena. Sedangkan prinsip dari operasi non radikal yaitu dengan membuka dan membersihkan daerah kompleks osteomeatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi dan drainase sinus dapat lancar kembali. Dalam kasus ini, telah dilakukan tindakan operatif radikal yaitu konkotomi dan ethmoidektomi. Namun terapi dapat lebih optimal bila dilakukan tindakan operasi non radikal, yaitu FESS (Functional Endoscopy Sinus Surgery).(2,8,11)
Pemantauan perlu dilakukan untuk mengetahui berhasil atau tidaknya tindakan yang dilakukan. Edukasi juga sangat penting dalam proses penyembuhan sinusitis maksilaris kronis, seperti segera diobati jika ada pilek.


BAB V
KESIMPULAN


Telah dilaporkan sebuah kasus dengan sinusitis ethmoidalis kronis eksaserbasi akut di bagian THT RSUD Swadana Kudus.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesa yang dikumpulkan adalah keluhan foetor ex nasi, rinore, mukopurulen, post nasal drip, kongesti nasal, nyeri pada pangkal nasi dan kantus medius. Pemeriksaan fisik ditemukan sekret mukopurulen di meatus media nyeri tekan pangkal nasi dan kantus medius, post nasal drip di dinding retrofaring serta gambaran konka hipertrofi pada kavum nasi. Pada pemeriksaan transiluminasi didapatkan kesuraman di glabella.
Terapi yang dilakukan adalah dengan pemberian terapi medikamentosa untuk meredakan peradangan. Setelah peradangan mereda kemudian dilakukan operasi ethmoidektomi dan konkotomi.
Pada kasus sinusitis ethmoidalis kronis eksaserbasi akut ini prognosisnya baik, bila pengelolaannya optimal.














DAFTAR PUSTAKA


1. Samsudin, 2003, Buku Ajar Rhinologi, FK UNISSULA Semarang. Hal 23-17

2. Soetjipto, D dan Mangunkusumo, E.2001. Sinus Paranasal dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi 5, FKUI Jakarta. Hal 115-124

3. Anonim, 2006, http://www.combiphar.com/news_print.php?id_news=2398&id_sub=4, dikutip tanggal 18 Juli 2008.

4. Anonim, 2008, http://www.sinarharapan.co.id/berita/0401/12/nas04., dikutip tanggal 18 Juli 2008.

5. Kurniasih, Dedeh., 2007, Sinusitis, http://www.tabloid-nakita.com/artikel.php3?edisi=06267&rubrik=sehat dikutip tanggal 18 Juli 2008.

6. Triana, Nunik., Sinusitis, Bukan Sekadar Hidung Mampet,http://jurnalnasional.com/?med=Koran%20Harian&sec=Kesehatan&rbrk=&id=35176 dikutip tanggal 18 Juli 2008.

7. Anggraini, Dwi., 2005, Anatomi dan Fungsi Paranasal, FK Universitas Sumatera Utara. Hal 2-4

8. Anonim, kamis 29 Maret 2007, Sinusitis, http://www.medicastore221929.mht.com dikutip tanggal 18 Juli 2008.

9. Daniel, 2006, Rhinitis-Sinusitis, http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=162 dikutip tanggal 18 Juli 2008

10. Anonim, 2008, Sinusitis, menerang siapa saja, http://www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2/abstrak.jsp?id=82285&lokasi=lokal dikutip tanggal 18 Juli 2008

11. Adam,George, Highler P.H, Boies L.R, 1997, Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, edisi 6, EGC. Jakarta : Hal 240-250

12. Anonim, 2006, Waspada Sinusitis, http://www.combiphar.com/news_print.php?id_news=2398&id_sub=4, dikutip tanggal 18 Juli 2008.

13. Mansjoer Arief, dkk., 2001, Sinusitis, dalam Kapita Selekta Kedokteran. Media Aeskulapius, FKUI, Jakarta, halaman : 102-106

14. Anonim, 2006, www.geocities.com/koskap3sakti/RSUPFatmawati dikutip tanggal I8 Juli 2008.

15. Armelin, 2007, Sinusitis,www.mitrakeluarga. net/sinusitis. html dikutip tanggal 18 Juli 2008.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Can US sports toto or aren't legal in all 50 states? - Sporting 100
The Nevada gaming 오래된 토토 사이트 commission voted 5-2 on the 2020 sports betting regulations. While Nevada might not have the strictest sports betting regulations in place,